Di balik layar: kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’
Feature

Di balik layar: kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’

By Jessica Damiana

Bagaimana The Jakarta Post, VICE (Indonesia) dan Tirto.id bekerja sama dalam mengerjakan laporan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada lembaga pendidikan tinggi?

Media mengandalkan informasi eksklusif untuk mengerjakan laporan investigatif. Namun, akhir-akhir ini banyak laporan investigasi yang dikerjakan secara kolaboratif di Indonesia. Salah satunya, Kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’ yang memenangkan penghargaan SOPA Award for Public Service Journalism dan Tasrif Award 2020 dalam peringatan hari ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen ke-26.

Sebelum ada kampanye itu, sudah ada usaha mengerjakan laporan investigatif secara kolaboratif yang bernama IndonesiaLeaks. Wadah ini diinisiasi pada 14 Desember 2017 oleh Free Press Unlimited, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Tempo Institute dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara. Lewat IndonesiaLeaks, para whistleblowers atau informan publik bisa mengirimkan dokumen rahasia secara anonim kepada sembilan media yang bergabung di dalamnya, misalnya saja Kantor Berita Radio, Bisnis Indonesia dan Suara.com.

IndonesiaLeaks memenangkan Udin Award 2019 atas reportase investigasi mengenai upaya penghilangan barang bukti suap impor daging sapi oleh sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Penghargaan ini diambil dari nama wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin yang tewas karena dianiaya orang tak dikenal, tiga hari seusai menerbitkan berita korupsi pada 13 Agustus 1996. Hingga saat ini kasusnya belum terusut tuntas.

‘’IndonesiaLeaks mendorong orang untuk memberikan informasi atau dokumen rahasia agar digarap media secara kolaboratif,’’ kata Abdul Manan, Ketua Umum AJI sekaligus Editor di TEMPO.

Manan mengatakan beberapa media di Tanah Air sudah punya saluran aman sendiri untuk berbagi dokumen, tetapi informasi yang dikirimkan lewat jalur itu hanya bisa dikerjakan oleh satu media saja. ‘’Kalau lewat IndonesiaLeaks bisa dikerjakan bersama-sama. IndonesiaLeaks bisa menularkan budaya jurnalisme investigasi ke media-media lain yang baru atau belum begitu kuat dalam bidang investigasi,’’ katanya.

Manan menilai jurnalisme kolaboratif makin penting. ‘’Bisa meringankan beban kerja investigasi karena kerja investigasi atau indepth reporting itu problem-nya dua. Cost mahal dan risiko tinggi, jadi salah satu cara untuk mengurangi cost adalah kolaborasi karena saling berbagi tuntutan. Kalau kerja bersama-sama ditanggung bersama-sama juga. Sama-sama berat tapi ringan,’’ katanya.

Kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’
Media kampus asal Universitas Gadjah Mada, Balairung Press mempublikasikan artikel pada November 2018 mengenai seorang mahasiswi bernama ‘’Agni’’ yang mengalami pelecehan seksual oleh mahasiswa lain saat melaksanakan kegiatan kuliah kerja nyata di Maluku. Sebelum ‘’Agni’’, ada banyak kasus pelecehan seksual pada lembaga pendidikan tinggi. Kasus-kasus ini turut dilaporkan oleh berbagai media, hanya saja belum ada usaha liputan kolaboratif.

Beberapa media seperti Tirto.id, The Jakarta Post, BBC News (Indonesia) dan VICE (Indonesia) berpikir bagaimana jika mereka melakukan kerja jurnalisme kolaboratif untuk memberitakan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada tingkat universitas. Beberapa wartawan yang bekerja di sana sudah menjalin pertemanan.





































Kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’ mendapat pengakuan di ajang SOPA Awards 2020. (Doc / Twitter.com)

‘’Yang kami bayangkan yuk bareng-bareng menyatukan berbagi resources dan juga berbagi data sehingga kita bisa memiliki impact liputan yang lebih besar. Fokusnya hanya itu… yang kami kejar itu impact,’’ ujar Ardyan M Erlangga, Managing Editor VICE (Indonesia).

Ardyan bercerita bahwa ada pola kasus kekerasan seksual di kampus di mana para penyintas diminta menempuh ‘’jalur damai’’ oleh pihak rektorat untuk menjaga reputasi sehingga istilah ‘’Nama Baik Kampus’’ dipilih secara ironis.

Belum ada data yang menggambarkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan tinggi. Laporan semacam sebenarnya ini bisa saja dikerjakan oleh masing-masing media karena sudah memiliki narasumber penyintas. ‘’Kami pikir akan sangat lebih kuat ketika kolaborasi ini bisa menampilkan sebaran kasus sehingga kita bisa tahu magnitude kekerasan seksual itu seperti apa di kampus,’’ tambah Ardyan.

Awalnya, tim yang terlibat menyebarkan formulir secara daring yang bisa diisi oleh para penyintas. Pada akhir kuesioner, mereka diminta menjelaskan apakah bersedia dihubungi oleh media-media yang ada di balik kampanye untuk dijadikan narasumber berita.

Tim kemudian membagi narasumber yang akan diwawancarai dan juga kota yang akan diliput. Tiap media yang terlibat dalam kampanye ini memiliki kekuatannya sendiri-sendiri. Tirto.id misalnya, memiliki kekuatan dalam bidang penyajian grafis dan jurnalisme data. VICE (Indonesia) menyajikan produk video dokumenter. Sementara itu The Jakarta Post dikenal karena reportasenya dalam bahasa Inggris. Belakangan, BBC News (Jakarta) sudah tidak terlibat dalam kampanye ini karena alasan hukum. 

Karena ada penyintas yang bersedia diwawancarai dengan video, tim VICE (Indonesia) kemudian berangkat ke Bali untuk melakukan peliputan. Sementara itu The Jakarta Post meliput di Yogyakarta dan Tirto.id di Semarang.

Semua data hasil wawancara dirangkum dalam satu penyimpanan awan sehingga masing-masing media bisa saling meninjau dan memilih angle yang cocok digarap oleh medianya masing-masing.

VICE (Indonesia) tidak membutuhkan waktu yang lama dalam mengerjakan video dokumenter dalam kampanye ini. ‘’Yang membutuhkan waktu lama itu ombudsman internal. Tim legal kami me-review ulang kemudian kami memastikan prinsip cover both sides dilakukan memastikan langkah yang dilakukan secara benar,’’ jelas Ardyan. VICE (Indonesia) kemudian berkonsultasi dengan Komnas Perempuan dan LBH Pers mengenai kode etik.

‘’Kalau diungkap di internet kan abadi ya, permanen, jadi kami ingin melindungi privasi penyintas. Justru penyintas bilang bahwa empowerment itu penting dalam momen seperti ini. Jadi kami menampilkan identitasnya,’’ lanjut Ardyan.

Ia menjelaskan bahwa audiens VICE (Indonesia) yang berusia 18-32 tahun merespon secara positif. ‘’Kesadaran untuk peduli pada pentingnya mahasiswa dari risiko kekerasan seksual terasa di platform media sosial maupun kolom komentar YouTube. Saya sangat bahagia karena itu respon yang kami harapkan dalam kolaborasi tersebut,’’ katanya.































Kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’ di situs VICE Indonesia (Doc / Vice Indonesia)

Jurnalisme sebagai pelayanan publik
Dalam peliputan isu kekerasan seksual, media mengedepankan prinsip fairness atau keberimbangan. ‘’Suara pelaku itu tidak (dikutip) sebanyak suara korban. Enggak bisa, karena pelaku itu sudah powerful posisinya kalo dikasih porsi gede bukannya keadilan tapi kita malah berpihak kepada penindas,’’ jelas Redaktur Pelaksana The Jakarta Post, Evi Mariani.

Evi menyayangkan masih adanya pihak yang berusaha mengucilkan kredibilitas jurnalis ketika melaporkan isu-isu yang sensitif, misalnya dengan melekatkan label aktivis atau pejuang keadilan sosial (social justice warrior). Evi juga menjelaskan bahwa salah satu tugas jurnalis adalah memberikan suara kepada yang bisu.

‘’Wartawan juga bekerja untuk memberi masyarakat informasi yang baik jadi kami itu tetap bekerja di di koridor jurnalisme. Yang kami lakukan adalah mencari informasi sebaik-baiknya dan menyebarkannya sebaik-baiknya sehingga pembaca media bisa membaca informasi yang kami ramu dan kemudian membuat keputusan-keputusan yang baik,’’ kata dia.

Kampanye ‘’Nama Baik Kampus’’ kini telah berkembang menjadi ‘’Nama Baik Gereja’’, yang mengungkap kasus kekerasan seksual di lingkungan Gereja Katolik.

‘’Ini isu penting dan kami berusaha menyajikannya secara bertanggung jawab. Bahwa itu diapresiasi, itu membahagiakan. Message yang lebih penting bagi semua media di luar sana bahwa kolaborasi itu penting lho dan bisa membuat laporan kita berdampak besar. Kita benar-benar menjalankan fungsi kita sebagai pers karena menjalankan public service,’’ kata Ardyan.

More stories


Telum Media

Database

Jurnalis
Abdul Manan

Editor

Evi Mariani Sofian

Executive Director

Ardyan M Erlangga

Freelance Journalist

Media
Telum Media

1 contact, 122 permintaan media

The Jakarta Post

13 contacts, 14 permintaan media

TEMPO

7 contacts

Tirto.id

20 contacts, 6 permintaan media

VICE (Indonesia)

2 contacts, 1 media request

Get in touch to hear more

Minta demo

Telum Media

Peringatan

Lansiran email reguler yang menampilkan berita terbaru dan perpindahan dari industri media di seluruh Asia Pasifik

Berlangganan alert