Bagaimana keseharian Anda sebagai salah satu Pendiri dan CEO Narasi?Meeting, meeting, dan
meeting. Senin
meeting atau diskusi internal. Selasa, Rabu, Kamis, Jumat atau
weekend biasanya bertemu dengan
partner mengenai kolaborasi apa yang bisa kami bantu atau lakukan dengan mereka atau
brainstorming dengan tim.
Narasi dibentuk oleh Anda, Najwa Shihab, dan Dahlia Citra. Mengapa Anda dan kawan-kawan keluar dari TV konvensional dan membentuk Narasi di tahun 2017?
Awalnya berangkat dari keprihatinan bagaimana sebagian media televisi
mainstream itu terkesan memprioritaskan
rating. Dulu di TV kami sempat membuat program-program yang bertujuan untuk edukasi dan menginspirasi. Tapi pada akhirnya harus berakhir karena berdasarkan
rating, sebagian besar penonton televisi lebih menyukai program jenis lain. Juga seringkali kami berhadapan dengan situasi yang tidak ideal karena program yang laris ditonton dan disponsori adalah program dengan
rating tinggi
.
Di sisi lain kami tahu, bagaimana pentingnya peran media membentuk persepsi publik. Karena itu, sebenarnya kalau mengikuti
rating terus, lama-lama beritanya lebih mementingkan isu-isu yang populer daripada yang penting alias berita-berita yang penuh dengan konflik dan sensasi. Informasi semacam tadi menurut saya tidak membangun daya berpikir kritis dan kreatif orang Indonesia.
Walaupun demikian, tidak selalu berarti konten bagus
rating-nya jelek. Ada juga
sih yang memiliki konten dan
rating yang bagus tapi itu amat sangat jarang terjadi. Contoh program
Mata Najwa yang sekarang sudah sepuluh tahun, perlu waktu untuk membangun satu program bagus, butuh kerja keras, tim yang kuat, dan
support dari banyak pihak.
Tapi, mau sampai kapan memprioritaskan
rating? Saya percaya konten yang dipublikasikan bisa mempengaruhi cara berpikir, membentuk watak dan kebiasaan penontonnya. Kalau selalu disuguhkan konten-kontennya jelek yang tidak memberikan perspektif atau cara pandang lain, mereka nantinya bisa akan mengambil keputusan yang jelek juga. Akhirnya saya memilih untuk tidak lagi di TV, lebih baik kami buat sesuatu yang baru.
Narasi, dimulai dari
Mata Najwa, dibentuk untuk membangun cara berpikir kritis di masyarakat dan membuat mereka bergerak untuk Indonesia yang lebih baik, dengan menghadirkan konten yang sesuai dengan nilai jurnalistik.
Apa yang membuat Narasi berbeda dengan media lainnya?
Di
Narasi, kami berfokus pada tiga C, yaitu
content (konten),
collaboration (kolaborasi), dan
community (komunitas). Mayoritas konten media
online di Indonesia itu mengandalkan kecepatan, bahkan sekarang sudah pakai
bot juga '
kan? Tapi siapa yang bisa membahas satu isu paling lengkap? Siapa yang bisa memberikan konteks soal berita ini berpengaruh apa terhadap hidup kalian? Benarkah faktanya begitu, verifikasi tidak? Jujur, saya mempertanyakan soal verifikasi ini di beberapa media daring
ya.
Kami juga menerjemahkan nilai jurnalistik dalam program hiburan, tidak hanya berita keras, seperti
Tompi - Glenn,
Sarah Secharian-nya Sarah Sechan, dan program
Maunya Maudy oleh Maudy Ayunda, serta event-event offline yang digelar Narasi. Mengapa? Karena tidak semua orang mau dan bisa melahap berita keras, meskipun sebenarnya konten itu penting. Sebagaimana dokumenter, penontonnya sedikit, padahal produksinya pasti lebih sulit dan mahal.
Kita juga tidak bisa bergerak hanya mengandalkan konten, namun juga harus kolaborasi dengan media atau dengan KOL (
Key Opinion Leader). Kami mencari KOL dengan
value yang sama dengan
Narasi.
Yang terakhir, kami punya komunitas yang totalnya hampir 190.000 orang untuk mengamplifikasi nilai
Narasi di manapun dia berada. Di Hong Kong, Papua, dan di mana-mana. Kami menggelar
workshop dan kegiatan lainnya supaya mereka
engaged dan bisa menjadi
creator yang berkualitas, minimal memiliki pengetahuan yang baik mengenai konten dan dampaknya bagi orang lain yang menonton konten mereka.
Terobosan berikutnya dari Narasi?
Kami berencana untuk memperkaya video dengan artikel dan ilustrasi. Lalu, kami juga akan memberikan tempat untuk anggota komunitas kita yang sudah terjaring lewat
workshop selama setahun ini untuk menjadi Kolaborator di
Narasi. Kami juga ada rencana untuk berkolaborasi dengan beberapa OTT (
Over-the-Top)
media services untuk memproduksi konten bersama dan menayangkan konten
Narasi.
Siapakah yang menjadi target audiens dari Narasi?
Tujuannya sebenarnya untuk orang muda ya. Rentangnya itu cukup beragam, karena ada
Mata Najwa yang ditayangkan di TV dan memiliki rentang cukup lebar dari usia 15 sampai 55 tahun. Untuk
Narasi secara keseluruhan itu sebenarnya dari usia 18 hingga 35 tahun. Kami memilih target muda karena orang mudalah yang seharusnya menggerakan Indonesia ke arah yang lebih baik, dimulai dari lingkungan sekitarnya.
Bagaimanakah tantangan dalam membentuk media baru?
Tantangannya adalah memahami audiens digital dan model bisnis media baru tersebut. Juga, ketika idealisme berhadapan dengan kenyataan. Bagaimana konten yang kami buat relevan dengan kebutuhan audiens kami, bagaimana
Narasi bisa menjadi pilihan di tengah begitu banyaknya konten sekarang ini, dan bagaimana menciptakan model bisnis yang sejalan dengan visi dan misi
Narasi.
Narasi terpilih sebagai media termuda yang mendapatkan dana inovasi dari Google News Initiative tahun lalu, bagaimana ceritanya?
Waktu itu kami harus meyakinkan mereka bahwa pendanaan itu akan benar-benar kami pakai untuk merangsang lebih banyak konten berkualitas di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan
creator baru dari anggota komunitas kami, membekali mereka dengan nilai-nilai jurnalistik melalui workshop. Cara lainnya adalah bagaimana dana itu bisa digunakan untuk memproduksi liputan
in-depth untuk memberikan konteks soal pemilu lalu. Dua kegiatan untuk membuat konten berkualitas itu membutuhkan
budget dan dari kedua hal itu juga platform YouTube dan Google nantinya juga akan mendapatkan konten-konten berkualitas yang sesuai dengan misi
Narasi.
Kemampuan super apakah yang ingin Anda miliki?
Kemampuan untuk mengatur waktu seperti Doctor Strange,
hahaha...