Interview
Telum Talks To… jurnalis lepas di Indonesia
Bagi Anda yang tertarik menjadi jurnalis lepas di bidang tulis atau televisi di Indonesia, berikut panduannya
Seiring dengan menurunnya pendapatan iklan, banyak perusahaan media yang mengakhiri kontrak kerja dengan para wartawan. Ada sebagian wartawan yang beralih ke profesi lain, tetapi ada sebagian juga yang masih ingin bertahan di industri ini. Bagaimana caranya jika Anda ingin memulai karier sebagai Jurnalis Lepas? Kali ini Telum berbincang dengan jurnalis lepas Johanes Hutabarat, Randy Mulyanto dan Aji Yahuti.
Boleh tolong diceritakan bagaimana awalnya Anda memulai freelancing?
Johanes: Saya mulai freelancing karena kena pemutusan hubungan kerja di salah satu perusahaan media Indonesia tahun ini. Karena sudah cocok dengan bidang jurnalisme, jadi masih ingin lanjut di bidang ini. Awalnya freelancing juga terinspirasi wartawan-wartawan lain. Saat di-PHK, ada broadcast pengumuman TRT World sedang mencari reportase mengenai Indonesia. Waktu itu, kelihatannya menarik. Puji Tuhan, saat menawarkan ide cerita (pitch) pertama, langsung tembus.
Randy: Dari tahun 2012 saya sering menulis resensi buku untuk beberapa surat kabar Indonesia. Tahun 2018 awal, saya menulis untuk South China Morning Post mengenai isu-isu gaya hidup dan di tahun yang sama saya relokasi ke Taiwan. Sebenarnya kenapa freelance, ya karena sudah terbiasa menulis lepas sejak SMP. Lama-lama saya ketagihan karena senang dengan aspek waktu kerjanya yang fleksibel dan sebagai wartawan lepas kita bisa menentukan mau meliput apa.
Aji: Saya familiar dengan kerja jurnalistik karena pernah menjadi Humas di Pusat Kebudayaan Perancis. Selepas bekerja kantoran, saya terjun ke dunia freelance sebagai Penerjemah untuk surat kabar dan radio asing, menyunting laporan tahunan serta copywriter. Nah, tahun 2007, salah satu teman wartawan mencari fixer yang bisa berbahasa Perancis. Kebetulan karena cukup bisa, saya memberanikan diri mendampingi Produser merangkap Kamerawan dari salah satu TV Perancis meliput hukuman cambuk di Aceh. Momen ini saya anggap sebagai awal kerja freelancing sebagai Produser Lapangan.
Berita apa mengenai Indonesia yang disukai media asing?
Johanes: Isu-isu kemanusiaan. Atau juga cerita yang menonjolkan keunikan Indonesia. Kisah-kisah pengalaman personal juga menarik.
Randy: Kita menonjolkan apa yang Indonesia punya, tetapi negara lain tidak. Misalnya ada klaim bahwa batik berasal dari Tiongkok, itu kan bikin kaget juga soalnya masyarakat luar rata-rata sadar kalau batik adalah istilah dan budaya khas Indonesia. Saat meliput, gunakan kacamata sebagai pembaca internasional. Isu-isu yang kita anggap penting bisa saja tidak memiliki nilai berita bagi mereka. Faktor lain adalah dampak atas peristiwa. Kisah mengenai mengenai hubungan Indonesia dengan negara-negara lain juga laris. Jadi kita harus mempelajari selera media dan audiensnya.
Randy Mulyanto meliput pemilihan umum di Taiwan (Randy Mulyanto / Dok. Pribadi)
Apa saja kelebihan menjadi Jurnalis Lepas?
Johanes: Masalah keuntungan itu lebih ke waktu. Kita meliput peristiwa sesuai ritme sendiri. Kalau bekerja penuhwaktu di media itu kan ada target setiap hari atau per minggu nulis beberapa artikel.
Randy: Bisa menyisihkan waktu untuk keluarga, freelancing di rumah juga enak karena tidak perlu keluar rumah di tengah pandemik. Bekerja lepas juga berarti kita tidak mewakili institusi tertentu, misalnya ada stigma negatif media tertentu yang akhirnya melekat ke diri pribadi sebagai wartawan. Freelancing juga enak karena bisa libur kapanpun!
Aji: Saya memilih kerja paruh waktu jadi bisa mengurus anak dan menekuni hobi lukis.
Bagaimana kita bisa terhubung dengan media dan para editornya?
Johanes: Saya mulai dengan cara mencari media-media yang saya senangi. Dari situ, saya cari nama editornya lewat LinkedIn. Setelah berkenalan, kita harus izin meminta email kerja mereka. Menurut saya, kita harus pandai-pandai mencari media yang punya perhatian ke Indonesia. Selain itu, juga membaca newsletter Southeast Asia Journalist Jobs dari Telum, karena di situ kadang ada lowongan menjadi jurnalis lepas. Selanjutnya, bergaul dengan orang-orang yang bekerja di media asing.
Randy: Bisa dengan cara melihat laman ‘’hubungi kami’’ atau ‘’tentang kami’’ pada situs tiap media. Dari situ, kita menghubungi email editornya dan langsung menanyakan apakah media tersebut menerima kontribusi dari Jurnalis Lepas. Bisa juga dengan cara telepon langsung. Bisa juga dengan dikenalkan orang lain. Ketika masih di Taiwan, saya pernah diajak diajak salah satu wartawan untuk merayakan Natal di rumahnya. Saat itu masih teman. Ketika kembali ke Indonesia, wartawan ini mengajak kerja sama liputan mengenai isu-isu di Indonesia dan Timor-Leste. Awalnya teman, karena saya merasa cocok akhirnya kita menjalin kerja sama profesional untuk peliputan.
Johanes Hutabarat berpose dengan karakter Toy Story (Johanes Hutabarat / Dok. Pribadi)
Pembayaran kerja freelance berbeda dengan pembayaran kerja penuhwaktu. Boleh tolong dijelaskan?
Johanes: Beda media beda kebijakan pembayarannya. Setelah tulisan naik, saya diminta mengisi satu dokumen yang menyatakan tulisan telah dikerjakan. Setelah itu uangnya baru bisa cair. Ada yang langsung masuk ke rekening bank dalam Rupiah. Medianya akan meminta nama bank, SWIFT code dan nomor rekening. Semuanya kode-kode ini bisa ditemukan di internet. Ada juga yang harus menggunakan layanan dompet online, misalnya PayPal, Payoneer atau TransferWise. Dari dompet online, bisa dikonversikan ke rekening kita dalam Rupiah. Tinggal daftar online saja untuk mensinkronkan akun dompet online dengan kartu debit. Sangat mudah seperti mau bikin media sosial. Tentunya, ada biaya admin tetapi hanya puluhan ribu saja. Ada yang dua minggu setelah tulisan naik, langsung dibayar. Ada yang harus menunggu sebulan baru bisa.
Randy: Ada yang dibayar per artikel. Tarifnya flat tidak peduli seberapa pendek atau panjang tulisannya. Ada yang dibayar per kata. Dari awal, freelancers harus berani bertanya pembayarannya per artikel atau per kata. Harus jelas. Perhatikan juga kapan uangnya akan ditransfer, apakah itu sebulan setelah artikel dipublikasikan atau bagaimana? Kamu harus berani menagih. Jika medianya bilang sebulan akan cair, tetapi tak kunjung dibayarkan, kamu harus berani bertanya.
Jika bayarannya tak sebanding dengan usaha liputan, harus dipertimbangkan apakah sepadan bayaran segitu tapi kerjanya berat. Harus diingat juga ketika bernegosiasi dan tarif yang kamu tetapkan terlalu tinggi, media juga bisa menolak.
Aji: Biasanya dihitung per hari. Untuk TV, berkisar US$200-300 per hari. Bisa juga paketan. Bisa negosiasi juga, terlebih kalau topiknya atau profil yang dikejar susah. Buatku pekerjaan kalo dihitung-hitung tidak merugi, ya diambil. Rejeki sebaiknya jangan ditolak. Kalau tidak cocok, mending kasih ke freelancer lainnya. Saat ada kejadian luar biasa dan mendadak seperti bencana alam atau kerusuhan politik, biasanya susah cari kru TV. Bahkan jika sudah kenal baik, bisa meminta pembayaran di muka katakanlah 50 persen sebelum produksi.
Aji Yahuti (kaus putih) mewawancarai narasumber dalam peliputan (Aji Yahuti / Dok. Pribadi)
Apakah Jurnalis Lepas harus menawarkan ide cerita atau menunggu penugasan?
Johanes: Pitching. Saya hampir tiap hari menawarkan ide cerita. Saya sempat pitching lima kali untuk satu media. Ditolak semua. Akhirnya yang ke-6 diterima. Kalo freelance itu tuntutannya harus kreatif karena semua ide datang dari sendiri. Lumayan sih, memutar otak biar terus belajar.
Randy: Ada yang pitching, ada juga yang memang ditugaskan untuk menggarap isu tertentu. Ketika pitching, kita harus hati-hati. Jangan sampai ide cerita yang sama kita tawarkan ke 10 media yang berbeda. Berita ini kan hanya bisa dimuat di satu media. Ketika ada dua media yang tertarik, masa iya kita bilang aduh maaf sudah keburu di-booking media sebelah. Nah, caranya adalah memberikan waktu editor untuk mengevaluasi satu ide cerita setidaknya seminggu. Jika tidak ditanggapi, baru pindah ke media lain. Ketika pitching, usahakan maksimal hanya memberikan dua ide cerita saja. Jika kamu memiliki banyak ide cerita, tawarkan ide lainnya ke media yang lain. Jangan bergantung ke satu media saja.
Apa tantangan dari kerja freelance?
Johanes: Tantangannya adalah saya dulu menulis dalam bahasa Indonesia. Sekarang harus dalam bahasa Inggris. Karena belum begitu akrab, saya harus belajar dengan cara membiasakan diri membaca artikel dalam bahasa Inggris. Selain itu, wartawan yang baru menulis dalam bahasa Inggris harus memperhatikan hasil suntingan editor yang native. Jadi kita tidak membuat kesalahan penulisan yang sama berkali-kali. Tantangan lainnya adalah meliput isu-isu yang penting bagi orang di luar negeri. Kadang menurut kita isu tertentu itu penting, tapi menurut mereka enggak penting.
Randy: Ada beban misalnya kalo kita tidak kerja, berarti tidak dibayar. Kalo kita mau libur seminggu, berarti seminggu tidak nulis. Berarti peluang untuk dibayar tidak ada. Sementara kalau kerja penuhwaktu, cuti seminggu itu kan tetap dibayarkan gajinya per bulan. Saya juga pernah mengalami kill fee. Saat itu saya diminta mewawancarai narasumber mengenai perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Karena tidak mendapatkan narasumber yang sesuai dengan angle berita, bayaran yang saya terima hanya sedikit.
Aji: Risiko lebih besar kalau misalnya tawaran pekerjaan datang dari klien baru yang ternyata juga freelancer atau rumah produksi, bukan langsung dari media. Pernah ada pembayaran yang ngaret atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Inilah pentingnya sesama freelancer menjalin pertemanan agar tahu media, rumah produksi atau klien mana yang tidak memiliki etika baik membayar kontribusi kita.
Tips bagi orang-orang yang tertarik terjun ke freelance?
Randy: Harus tahan banting dan memiliki mental sekuat baja. Karena berita yang kita tawarkan sering dianggap tidak menarik bagi audiens internasional. Jangan patah semangat, tawarkan ke media lain. Harus persistent juga. Ingat, kalau freelancing itu kita kerja sendiri. Kita kesulitan, juga sendiri. Tidak ada senior yang bisa membantu. Selanjutnya, harus berani menulis topik-topik lain, misalnya dulu saya menulis gaya hidup kini juga menulis geopolitik.
Sadari bahwa ketika editor menolak ceritamu, ia tidak menolak kredibilitasmu sebagai wartawan. Mereka hanya menolak idenya. Mungkin karena tidak cocok dengan konten yang mereka publikasikan.
Aji: Kemampuan berbahasa Inggris harus baik sehingga bisa memahami konteks penugasan dan multi-tasking. Untuk menjadi sponsor pengundang wartawan asing, seorang Fixer atau Produser Lapangan harus memiliki akreditasi yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan Perfilman dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Akreditasi ini juga berkaitan dengan pelaporan pajak.
Boleh tolong diceritakan bagaimana awalnya Anda memulai freelancing?
Johanes: Saya mulai freelancing karena kena pemutusan hubungan kerja di salah satu perusahaan media Indonesia tahun ini. Karena sudah cocok dengan bidang jurnalisme, jadi masih ingin lanjut di bidang ini. Awalnya freelancing juga terinspirasi wartawan-wartawan lain. Saat di-PHK, ada broadcast pengumuman TRT World sedang mencari reportase mengenai Indonesia. Waktu itu, kelihatannya menarik. Puji Tuhan, saat menawarkan ide cerita (pitch) pertama, langsung tembus.
Randy: Dari tahun 2012 saya sering menulis resensi buku untuk beberapa surat kabar Indonesia. Tahun 2018 awal, saya menulis untuk South China Morning Post mengenai isu-isu gaya hidup dan di tahun yang sama saya relokasi ke Taiwan. Sebenarnya kenapa freelance, ya karena sudah terbiasa menulis lepas sejak SMP. Lama-lama saya ketagihan karena senang dengan aspek waktu kerjanya yang fleksibel dan sebagai wartawan lepas kita bisa menentukan mau meliput apa.
Aji: Saya familiar dengan kerja jurnalistik karena pernah menjadi Humas di Pusat Kebudayaan Perancis. Selepas bekerja kantoran, saya terjun ke dunia freelance sebagai Penerjemah untuk surat kabar dan radio asing, menyunting laporan tahunan serta copywriter. Nah, tahun 2007, salah satu teman wartawan mencari fixer yang bisa berbahasa Perancis. Kebetulan karena cukup bisa, saya memberanikan diri mendampingi Produser merangkap Kamerawan dari salah satu TV Perancis meliput hukuman cambuk di Aceh. Momen ini saya anggap sebagai awal kerja freelancing sebagai Produser Lapangan.
Berita apa mengenai Indonesia yang disukai media asing?
Johanes: Isu-isu kemanusiaan. Atau juga cerita yang menonjolkan keunikan Indonesia. Kisah-kisah pengalaman personal juga menarik.
Randy: Kita menonjolkan apa yang Indonesia punya, tetapi negara lain tidak. Misalnya ada klaim bahwa batik berasal dari Tiongkok, itu kan bikin kaget juga soalnya masyarakat luar rata-rata sadar kalau batik adalah istilah dan budaya khas Indonesia. Saat meliput, gunakan kacamata sebagai pembaca internasional. Isu-isu yang kita anggap penting bisa saja tidak memiliki nilai berita bagi mereka. Faktor lain adalah dampak atas peristiwa. Kisah mengenai mengenai hubungan Indonesia dengan negara-negara lain juga laris. Jadi kita harus mempelajari selera media dan audiensnya.
Randy Mulyanto meliput pemilihan umum di Taiwan (Randy Mulyanto / Dok. Pribadi)
Apa saja kelebihan menjadi Jurnalis Lepas?
Johanes: Masalah keuntungan itu lebih ke waktu. Kita meliput peristiwa sesuai ritme sendiri. Kalau bekerja penuhwaktu di media itu kan ada target setiap hari atau per minggu nulis beberapa artikel.
Randy: Bisa menyisihkan waktu untuk keluarga, freelancing di rumah juga enak karena tidak perlu keluar rumah di tengah pandemik. Bekerja lepas juga berarti kita tidak mewakili institusi tertentu, misalnya ada stigma negatif media tertentu yang akhirnya melekat ke diri pribadi sebagai wartawan. Freelancing juga enak karena bisa libur kapanpun!
Aji: Saya memilih kerja paruh waktu jadi bisa mengurus anak dan menekuni hobi lukis.
Bagaimana kita bisa terhubung dengan media dan para editornya?
Johanes: Saya mulai dengan cara mencari media-media yang saya senangi. Dari situ, saya cari nama editornya lewat LinkedIn. Setelah berkenalan, kita harus izin meminta email kerja mereka. Menurut saya, kita harus pandai-pandai mencari media yang punya perhatian ke Indonesia. Selain itu, juga membaca newsletter Southeast Asia Journalist Jobs dari Telum, karena di situ kadang ada lowongan menjadi jurnalis lepas. Selanjutnya, bergaul dengan orang-orang yang bekerja di media asing.
Randy: Bisa dengan cara melihat laman ‘’hubungi kami’’ atau ‘’tentang kami’’ pada situs tiap media. Dari situ, kita menghubungi email editornya dan langsung menanyakan apakah media tersebut menerima kontribusi dari Jurnalis Lepas. Bisa juga dengan cara telepon langsung. Bisa juga dengan dikenalkan orang lain. Ketika masih di Taiwan, saya pernah diajak diajak salah satu wartawan untuk merayakan Natal di rumahnya. Saat itu masih teman. Ketika kembali ke Indonesia, wartawan ini mengajak kerja sama liputan mengenai isu-isu di Indonesia dan Timor-Leste. Awalnya teman, karena saya merasa cocok akhirnya kita menjalin kerja sama profesional untuk peliputan.
Johanes Hutabarat berpose dengan karakter Toy Story (Johanes Hutabarat / Dok. Pribadi)
Pembayaran kerja freelance berbeda dengan pembayaran kerja penuhwaktu. Boleh tolong dijelaskan?
Johanes: Beda media beda kebijakan pembayarannya. Setelah tulisan naik, saya diminta mengisi satu dokumen yang menyatakan tulisan telah dikerjakan. Setelah itu uangnya baru bisa cair. Ada yang langsung masuk ke rekening bank dalam Rupiah. Medianya akan meminta nama bank, SWIFT code dan nomor rekening. Semuanya kode-kode ini bisa ditemukan di internet. Ada juga yang harus menggunakan layanan dompet online, misalnya PayPal, Payoneer atau TransferWise. Dari dompet online, bisa dikonversikan ke rekening kita dalam Rupiah. Tinggal daftar online saja untuk mensinkronkan akun dompet online dengan kartu debit. Sangat mudah seperti mau bikin media sosial. Tentunya, ada biaya admin tetapi hanya puluhan ribu saja. Ada yang dua minggu setelah tulisan naik, langsung dibayar. Ada yang harus menunggu sebulan baru bisa.
Randy: Ada yang dibayar per artikel. Tarifnya flat tidak peduli seberapa pendek atau panjang tulisannya. Ada yang dibayar per kata. Dari awal, freelancers harus berani bertanya pembayarannya per artikel atau per kata. Harus jelas. Perhatikan juga kapan uangnya akan ditransfer, apakah itu sebulan setelah artikel dipublikasikan atau bagaimana? Kamu harus berani menagih. Jika medianya bilang sebulan akan cair, tetapi tak kunjung dibayarkan, kamu harus berani bertanya.
Jika bayarannya tak sebanding dengan usaha liputan, harus dipertimbangkan apakah sepadan bayaran segitu tapi kerjanya berat. Harus diingat juga ketika bernegosiasi dan tarif yang kamu tetapkan terlalu tinggi, media juga bisa menolak.
Aji: Biasanya dihitung per hari. Untuk TV, berkisar US$200-300 per hari. Bisa juga paketan. Bisa negosiasi juga, terlebih kalau topiknya atau profil yang dikejar susah. Buatku pekerjaan kalo dihitung-hitung tidak merugi, ya diambil. Rejeki sebaiknya jangan ditolak. Kalau tidak cocok, mending kasih ke freelancer lainnya. Saat ada kejadian luar biasa dan mendadak seperti bencana alam atau kerusuhan politik, biasanya susah cari kru TV. Bahkan jika sudah kenal baik, bisa meminta pembayaran di muka katakanlah 50 persen sebelum produksi.
Aji Yahuti (kaus putih) mewawancarai narasumber dalam peliputan (Aji Yahuti / Dok. Pribadi)
Apakah Jurnalis Lepas harus menawarkan ide cerita atau menunggu penugasan?
Johanes: Pitching. Saya hampir tiap hari menawarkan ide cerita. Saya sempat pitching lima kali untuk satu media. Ditolak semua. Akhirnya yang ke-6 diterima. Kalo freelance itu tuntutannya harus kreatif karena semua ide datang dari sendiri. Lumayan sih, memutar otak biar terus belajar.
Randy: Ada yang pitching, ada juga yang memang ditugaskan untuk menggarap isu tertentu. Ketika pitching, kita harus hati-hati. Jangan sampai ide cerita yang sama kita tawarkan ke 10 media yang berbeda. Berita ini kan hanya bisa dimuat di satu media. Ketika ada dua media yang tertarik, masa iya kita bilang aduh maaf sudah keburu di-booking media sebelah. Nah, caranya adalah memberikan waktu editor untuk mengevaluasi satu ide cerita setidaknya seminggu. Jika tidak ditanggapi, baru pindah ke media lain. Ketika pitching, usahakan maksimal hanya memberikan dua ide cerita saja. Jika kamu memiliki banyak ide cerita, tawarkan ide lainnya ke media yang lain. Jangan bergantung ke satu media saja.
Apa tantangan dari kerja freelance?
Johanes: Tantangannya adalah saya dulu menulis dalam bahasa Indonesia. Sekarang harus dalam bahasa Inggris. Karena belum begitu akrab, saya harus belajar dengan cara membiasakan diri membaca artikel dalam bahasa Inggris. Selain itu, wartawan yang baru menulis dalam bahasa Inggris harus memperhatikan hasil suntingan editor yang native. Jadi kita tidak membuat kesalahan penulisan yang sama berkali-kali. Tantangan lainnya adalah meliput isu-isu yang penting bagi orang di luar negeri. Kadang menurut kita isu tertentu itu penting, tapi menurut mereka enggak penting.
Randy: Ada beban misalnya kalo kita tidak kerja, berarti tidak dibayar. Kalo kita mau libur seminggu, berarti seminggu tidak nulis. Berarti peluang untuk dibayar tidak ada. Sementara kalau kerja penuhwaktu, cuti seminggu itu kan tetap dibayarkan gajinya per bulan. Saya juga pernah mengalami kill fee. Saat itu saya diminta mewawancarai narasumber mengenai perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Karena tidak mendapatkan narasumber yang sesuai dengan angle berita, bayaran yang saya terima hanya sedikit.
Aji: Risiko lebih besar kalau misalnya tawaran pekerjaan datang dari klien baru yang ternyata juga freelancer atau rumah produksi, bukan langsung dari media. Pernah ada pembayaran yang ngaret atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Inilah pentingnya sesama freelancer menjalin pertemanan agar tahu media, rumah produksi atau klien mana yang tidak memiliki etika baik membayar kontribusi kita.
Tips bagi orang-orang yang tertarik terjun ke freelance?
Randy: Harus tahan banting dan memiliki mental sekuat baja. Karena berita yang kita tawarkan sering dianggap tidak menarik bagi audiens internasional. Jangan patah semangat, tawarkan ke media lain. Harus persistent juga. Ingat, kalau freelancing itu kita kerja sendiri. Kita kesulitan, juga sendiri. Tidak ada senior yang bisa membantu. Selanjutnya, harus berani menulis topik-topik lain, misalnya dulu saya menulis gaya hidup kini juga menulis geopolitik.
Sadari bahwa ketika editor menolak ceritamu, ia tidak menolak kredibilitasmu sebagai wartawan. Mereka hanya menolak idenya. Mungkin karena tidak cocok dengan konten yang mereka publikasikan.
Aji: Kemampuan berbahasa Inggris harus baik sehingga bisa memahami konteks penugasan dan multi-tasking. Untuk menjadi sponsor pengundang wartawan asing, seorang Fixer atau Produser Lapangan harus memiliki akreditasi yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan Perfilman dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Akreditasi ini juga berkaitan dengan pelaporan pajak.
More stories
Telum Media
Database
Get in touch to hear more
Minta demoTelum Media
Peringatan
Lansiran email reguler yang menampilkan berita terbaru dan perpindahan dari industri media di seluruh Asia Pasifik
Berlangganan alert