Interview

Telum Talks To… Ion Akhmad, Co-Founder dan Creative Director, Luxina.id

By Jessica Damiana

Pekan ini Telum berbincang dengan Co-Founder dan Creative Director dari Luxina.id, Ion Akhmad

Ada banyak media daring dan cetak di Indonesia yang meliput kemewahan. Apa perbedaan Luxina.id dengan yang lain?
Luxina.id memiliki tagline ‘’Luxury Storytelling’’, setiap konten yang diproduksi memiliki unsur edukasi tertentu yang ingin disampaikan ke pembaca. Kami juga menghadirkan video fesyen. Ada juga tulisan opini yang sedikit menyindir sehingga pembaca bisa mengambil sikap atas suatu topik gaya hidup yang banyak diperbincangkan.

Siapa saja target pembaca Luxina.id dan berita seperti apa yang mereka senangi?
Perempuan dan laki-laki usia 20 sampai 40 tahun dengan Sosial Ekonomi Status A dan A+, ada juga yang B. Sekitar 75-80% menyenangi konten fashion, selebihnya terbagi ke pariwisata, hospitality, perhiasan, mobil, gawai dan kuliner.

Menurut Mas Ion, apakah media punya andil dalam membantu perusahaan meningkatkan penjualan barang luxury?
Harus disadari bahwa barang-barang mewah bukanlah kebutuhan primer, jadi sebenarnya buat pembaca mengetahui info seputar kolaborasi rumah mode, pembukaan gerai, atau koleksi terbatas, itu sudah cukup. Oh iya, ada hal yang lucu nih. Luxina.id sering dikira sebagai situs belanja daring sehingga banyak yang mengirimkan direct message di Instagram mengenai harga barang dan bagaimana cara membelinya.

Apa yang membuat rilis / materi pers yang dikirimkan ke Luxina.id dapat dipertimbangkan untuk dipublikasikan / diliput?
Ada banyak poin yang kita pertimbangkan. Pertama, unsur kebaruan atas barang yang belum pernah ada sebelumnya. Mungkin harganya tidak terlalu mahal tapi kalau produk ini belum pernah ada sebelumnya atau ada unsur uniqueness - itu bisa kita liput. Kedua, produk yang sangat jarang ditemukan atau pasarnya sangat niche yang tidak semua orang bisa mendapatkannya seperti limited collection atau beberapa jenama yang mengeluarkan produk seasonal. Ketiga, tentu saja karena jenama itu memiliki reputasi yang baik di tengah masyarakat dan telah membangun hubungan yang baik dengan tim editorial.

Jika tidak bisa dinaikkan biasanya kami akan langsung jujur mengatakan tidak bisa. Para profesional di bidang komunikasi juga harus menyadari bahwa ada rilis pers yang website worth dan social media worth, ada beberapa konten yang memang lebih cocok dimuat di media sosial. Ini semua tergantung sedekat apa dan sebesar apa jenama itu ingin menciptakan imej di tengah masyarakat.

Bagaimana caranya agar para profesional di bidang komunikasi bisa menjalin hubungan yang tulus?
Harus ada personal touch, jangan sampai mengirim email blast tapi penerimanya lupa disembunyikan sehingga semua wartawan bisa melihat nama wartawan lainnya. Kedua, bedakan cara berkomunikasi dengan jurnalis senior dengan junior. Ketiga, profesional menerima penolakan. Jangan hanya karena suatu rilis tidak dijadikan berita, berarti Anda langsung ngambek dengan cara menghentikan semua pengiriman rilis dan undangan acara.

Di tengah pandemik, apakah mas Ion punya tips buat rekan-rekan humas untuk menghadirkan pengalaman liputan yang menyenangkan?
Menurut saya yang ideal dari liputan daring hanyalah aspek menghemat waktu di jalanan saja. Selebihnya, tidak ideal. Pada hari H atau sebelum hari H, jenama dapat berusaha menghadirkan pengalaman itu lewat hampers, yang artinya mereka benar-benar mengharapkan kehadiran wartawan.

More stories


Telum Media

Database

Get in touch to hear more

Minta demo

Telum Media

Peringatan

Lansiran email reguler yang menampilkan berita terbaru dan perpindahan dari industri media di seluruh Asia Pasifik

Berlangganan alert