Interview

Telum Talks To... Yudasmoro Minasiani, Editor-in-Chief, Traveletc.id

Kali ini Telum berbincang dengan Pemimpin Redaksi Traveletc.id, sebuah stylish travel media, untuk membahas isu-isu terkini di industri travel dan tujuan wisata mana yang harus dikunjungi di Indonesia.

Apa itu Traveletc.id?
Yang mendasari pembuatan Traveletc.id itu sebetulnya ada dua. Kita melihat traveling itu tidak lagi sekedar refreshing, tapi sudah menjadi semacam wadah untuk mengekspresikan diri. Traveling bukan sekedar traveling saja, tapi menjadi salah satu cara untuk menunjukkan jati diri seseorang.

Kedua, saya sempet lama (bekerja) di media cetak dan saat itu kami melihat bahwa di media cetak,ruang gerak untuk berkreasinya agak kurang dibanding media digital. Beberapa teman, mereka juga merasakan problem yang sama, sehingga akhirnya kami berpikir kenapa tidak membuat media sendiri saja?

Kenapa namanya Traveletc.id? etc kan et cetera, kami mau menunjukan banyak hal terkait traveling. Jadi target kami adalah orang-orang yang traveling regular dan juga mereka yang ingin mengekspresikan dirinya melalui traveling. Selain itu, kami juga melihat sebuah fenomena. Misalnya kita mau ke Bali bulan depan, tapi dari sekarang sudah ribut beli ini beli itu, karena mau foto di pantai ini, pantai itu. jadi kita melihat traveling itu juga berkaitan dengan gaya, dengan penampilan. Maka dari itu kita menyebut Traveletc.id itu bukan sekedar travel media tapi stylish travel media.

Apa saja isu menarik terkait travel di 2022?
Masalah sustainable. Masalah ini sebetulnya sudah lama, sebelum pandemi sudah ada. Tapi kebanyakan yang membicarakannya hanya di luar negeri saja. Kini dengan adanya pandemi, kami melihat Kementerian Pariwisata juga sudah mulai banyak membicarakan isu sustainable. Ini kan berkaitan dengan ketahanan, misalnya saja hotel sekarang mulai banyak yang menggunakan konsep sustainable. Ada pengolahan limbah, restorannya juga menggunakan (bahan dari) petani lokal, jadi tidak mematikan masyarakat sekitar tapi memberdayakan sekitarnya. Masalah sustainable ini merupakan isu global dan ke depannya kami melihat ini akan menjadi isu utama dalam pariwisata.

Kedua wellnesss. Ini sebetulnya banyak terbantu pandemi. Sebelum pandemi wellness tourism memang sudah cukup banyak, tapi hanya (didominasi) turis-turis bule. Jadi misalnya mereka jauh-jauh datang ke Bali hanya untuk yoga di Ubud, kalo masyarakat lokal masih belum banyak kepikiran akan hal itu. Tapi kini setelah adanya pandemi kita mulai memikirkan wellness tourism, jadi sekarang sudah sering ada yang jalan-jalan ke luar kota hanya untuk coba kuliner lokal / rempah-rempahnya, itu kan bagian dari wellness tourism.

giphy.gif
Banyak negara kini telah melonggarkan berbagai pembatasan, apakah kita siap untuk menghadapinya?
Antara siap dan tidak siap, mereka berharap tourism back to normal, tapi banyak tempat yang belum siap. Tidak perlu jauh-jauh, saya belum lama ini pergi ke daerah Pelabuhan Ratu, Cimaja, yang dulu terkenal untuk surfing, biasanya banyak bule tapi sekarang hanya turis lokal saja. Di sana saya melihat ada semacam kerinduan bisa tempat itu bisa seramai dulu, tapi apa boleh buat, kita baru sembuh dari dua tahun pandemi yang mematikan hampir semua bisnis. Jadi seperti restoran itu mereka berhadap kembali ramai, tapi karyawannya hanya tinggal 2-3 orang, jadi untuk layanannya juga masih sangat terbatas. 
Saya sih khawatirnya beberapa destinasi wisata kita setelah dua tahun vakum jadi malah kejar setoran, jadi yang penting ramai tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan. Itu yang paling saya khawatirkan.

Apakah Anda memiliki tempat wisata yang ingin dikunjungi?
Saya dari dulu jatuh cinta dengan dua tempat, Flores dan Lombok. Flores saya suka bukan karena nature, tapi aspek humannya. Bagi saya orang Flores itu tampangnya seram-seram tapi hatinya luar biasa baik. Jadi saya kalo ada tugas liputan ke NTT, saya pasti yang duluan mengajukan diri.
Kedua Lombok. tapi daerah Lombok itu saya lebih suka ke daerah utara sama gili. Karena kalau Selatan dengan adanya Mandalika saya jadi agak kurang tertarik.

Jadi Anda kurang tertarik dengan sirkuit Mandalika?
Lombok itu kan seperti Bali 30 tahun yang lalu, yang masih natural. Nah, sekarang sudah jadi Mandalika, saya melihat pantai yang dulunya indah kok sekarang dibeton. jadi saya kurang tertarik. 
Secara personal begitu, tapi kalo hal ini (keberadaan sirkuit Mandalika) ternyata membuat ekonomi masyarakat lebih baik lagi ya sudah, tapi saya sebagai turis yang lebih suka sesuatu yang natural, saya lebih suka Lombok yang dulu sih.

More stories


Telum Media

Database

Jurnalis
Raden Yudasmoro Minasiani

Founder / Editor-in-Chief

Media
Traveletc.id

2 contacts, 6 permintaan media

Get in touch to hear more

Minta demo

Telum Media

Peringatan

Lansiran email reguler yang menampilkan berita terbaru dan perpindahan dari industri media di seluruh Asia Pasifik

Berlangganan alert